Sejarah Desa
Asal Usul Desa Kalibalik Di Kabupaten Batang
1). ASAL USUL DESA KALIBALIK
Desa Kalibalik. memang terkenal dengan suasana mistis dan juga prestasinya .Kata KALI dalam bahasa jawa yang artinya = sungai dan Balik yang artinya ( terbalik ) .
Pada Zaman pemerintahan Kesultanan Demak Era Sultan Trenggono ditemukanlah sebuah kawasan hutan yang terkenal menjadi sebuah kerajaan besar Lelembut oleh Kyai Gagang Aking. Karena beliau sedang menyebarkan agama islam maka Beliau bersama pengikutnya Menebang sebagian pohon pohon untuk dijadikan lahan dan mengusir lelembut itu, namun karena kebaikan Beliau maka Lelembut itu diberikan satu kawasan untuk tempat tinggal mereka yaitu Gunung Priksa dengan syarat . Mereka tidak boleh mengganggu orang yang beriman ,namun Kyai Gagang juga memberikan keleluasaan pada mereka ,salahsatunya BUTO PATIH HAMBURAKSO Boleh keluar apabila di gunung tersebut diadakan pertunjukan wayang dengan ajaran hindhu. Maka sejak itulah dilereng Gunung Priksa tidak boleh diadakan pertunjukan wayang. Keesokannya Sang Kyai terus menyusuri area tersebut dan secara tidak sengaja beliau menemukan sebuah sungai ,namun anehnya aliran sungai tersebut menuju keselatan .Padahal secara umum aliran sungai itu menghadap ke Utara maka dinamakanlah kawasan tersebut dengan Nama Kalibalik.(Dwi Nugroho ,Siswa Kelas 9a MTs NURUL HUDA BANYUPUTIH)
2). MAKAM MBAH JURET
Makam Mbah Juret terletak di sebelah samping Balai Desa Kalibalik. Dulu sebelum dibangun Balai Desa tempat tersebut sebelumnya adalah area pemakaman umum.
Seiring perkembangan zaman yang mengharuskan dibangunnya Balai Desa, maka area pemakaman umum tersebut dipindah ke dusun Waringin Kalibalik. Semua makam akhirnya dapat dipindahkan ke daerah Waringin kecuali Makam Mbah Juret karena beliau merupakan wali atau sesepuh yang dihormati selain itu juga tidak ada yang berani memindahkan makam tersebut. Mitos yang berkembang di Makam Mbah Juret, jika menyebut nama makam sekaligus membaca al-fatihah 11 kali, hasbunallah 5 kali bila punya hutang maka hutangnya akan dapat terbayar beberapa hari kemudian.
Seiring perkembangan zaman yang mengharuskan dibangunnya Balai Desa, maka area pemakaman umum tersebut dipindah ke dusun Waringin Kalibalik. Semua makam akhirnya dapat dipindahkan ke daerah Waringin kecuali Makam Mbah Juret karena beliau merupakan wali atau sesepuh yang dihormati selain itu juga tidak ada yang berani memindahkan makam tersebut. Mitos yang berkembang di Makam Mbah Juret, jika menyebut nama makam sekaligus membaca al-fatihah 11 kali, hasbunallah 5 kali bila punya hutang maka hutangnya akan dapat terbayar beberapa hari kemudian.
Kondisi Makam Mbah Juret |
Kondisi Komplek Makam Mbah Juret dari Luar |
3).Sendang Kalibalik, Penyelamat Dikala Kekeringan Melanda
Sendang adalah kolam yang biasanya terletak di pegunungan atau pedesaan, yang airnya berasal dari mata air di dalam kolam tersebut. Nah, di Desa Kalibalik ini terdapat dua sendang. Sendang pertama tempatnya terbuka tanpa ada penutup, selain itu penggunaanya dicampur antara laki-laki dan perempuan. Yang kedua, sendang yang ada penutupnya serta dilengkapi dengan WC dan kamar mandi. Kelebihan sendang kedua, tempatnya terpisah antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak menimbulkan kerikuhan ketika ibu-ibu mandi di dalam sendang tersebut. Kedua sendang ini dimanfaatkan sebagai tempat untuk mencuci, mandi serta sumber air untuk kebutuhan memasak. Jangan salah, untuk kebutuhan sumber air tidak dijadikan satu dengan sendang yang digunakan untuk mandi dan mencuci namun tempat sumber airnya terpisah, sehingga air masih bersih dan layak untuk dimasak.
Sendang Kalibalik sangat berperan besar terhadap kelangsungan hidup warga kalibalik. Hal ini disebabkan banyak warga kalibalik yang belum memiliki sumur atau kamar mandi di rumahnya sehingga sendang ini sangat membantu mereka yang belum memilki fasilitas MCK di rumah.
Terkait musim kemarau kemarin yang berkepanjangan, warga kalibalik yang sudah memiliki sumur pun ikut merasakan dampaknya. Sumur yang digunakan mereka untuk sumber air untuk mandi, mencuci, memasak ikut kekeringan. Sehingga mereka yang memiliki sumur pun ikut “ngangsu” ke sendang untuk memenuhi kebutuhan air setiap harinya. Tak heran, jika sendang selalu ramai meskipun petang telah menjelang.
sumber : http://dwinugroho8502.blogspot.com/
4). Upaya Melestarikan Kearifan Lokal: Legenda Sendang/Jamban di Desa Kalibalik
Legenda sendang di Desa Kalibalik merupakan warisan budaya yang kaya makna dan memiliki fungsi sosial yang penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna simbolis, nilai-nilai budaya, serta sejarah yang terkandung dalam legenda tersebut, serta menganalisis bagaimana legenda ini berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat identitas kelompok dan mengatur perilaku sosial. Melalui metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi pustaka, penelitian ini menemukan bahwa legenda sendang tidak hanya menjadi bagian dari khazanah cerita rakyat, tetapi juga merefleksikan interaksi masyarakat dengan lingkungan alam, serta nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, penelitian ini juga menelusuri proses transmisi dan adaptasi legenda sendang dalam menghadapi modernisasi.
Menurut Misriyah (61), Warga desa Kalibalik Tengah Rt 01/Rw 02, Sendang atau yang biasa disebut Jamban oleh masyarakat Kalibalik merupakan tempat pemandian yang alamiah bermasalah dari sumber mata air murni. Sejarah terbentuknya Jamban masih menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini. Adapun beberapa cerita turun temurun secara lisan tentang terciptanya Jamban tersebut salah satunya yaitu cerita berdasarkan waliyullah, Simbah Abdullah yang dipercaya masyarakat sebagai sesepuh desa Kalibalik.
Jamban yang ada di Desa Kalibalik terbagi menjadi tiga, yaitu Jamban Ndalem, Jamban Wiru, dan Jamban Belik. Adapun Jamban Ndalem digunakan oleh ibu-ibu, anak-anak entah itu laki-laki ataupun perempuan. Jamban Wiru digunakan oleh ibu-ibu (khusus perempuan), dan Jamban Belik digunakan oleh bapak-bapak atau khusus laki-laki. Kegiatan yang biasanya dilakukan masyarakat di Jamban tersebut yaitu mencuci pakaian, mandi, dan sebagai sumber pengairan masjid. Selain itu, sumber air di Jamban Ndalem juga digunakan sebagai sumber pengairan (PAM) desa Kalibalik dan desa Banyuputih. Sumber air di Jamban ini selalu mengeluarkan air bahkan saat musim kemarau. Air di Jamban mengalir sangat deras dan masih murni bahkan telah diteliti kadar kandungan mineralnya yang lebih banyak dibandingkan air mineral kemasan pabrik.
Selain sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari warga desa, sumber air di Jamban juga dipercaya secara mistis dapat menyembuhkan orang sakit. Ada beberapa orang bahkan dari luar Kalibalik percaya akan hal miskin tersebut. Berdasarkan informasi yang didapat dari warga, Pernah ada orang yang minum air tersebut secara langsung sebagai obat, adapula yang membawa air tersebut pulang. Selain itu, adapula orang-orang yang melakukan semedi di area Jamban tersebut dengan mengenakan baju serba putih. Ini dilakukan pada malam hari dan selesai pada saat adzan subuh berkumandang. Orang-orang tersebut bukan berasal dari Kalibalik dan bahkan orang-orang Kalibalik tidak mengenal siapa orang-orang yang melakukan semedi di area Jamban. Pada intinya Jamban tersebut diyakini memiliki nilai mistis, memiliki kekuatan ghoib untuk menyembuhkan sakit dan lain sebagainya.
Dalam upaya menjaga nilai mistis yang ada, masyarakat desa biasanya melakukan ritual dengan membaca doa-doa islami, istighosah bersama, dan lain sebagainya layaknya pengajian. Ini dilakukan pada malam jum’at kliwon. Namun, saat ini kegiatan belum terlaksana secara rutin. Adapun upaya pelestarian Jamban ini, warga desa melakukan kerja bakti pembersihan Jamban, dengan menggunakan alat penyedot air guna menguras air dan membersihkan lumpur yang ada didalamnya. Kegiatan kerja bakti ini dilakukan setahun sekali atau lebih.
Kesimpulan dari penulisan ini yaitu diharapkan bagi semua pihak dapat Melestarikan Kearifan Lokal yang ada di Desa Kalibalik mengenai Legenda Sendang atau Jamban. Jamban di Desa Kalibalik memiliki cerita atau kisah misterius yang masih misteri dan belum terpecahaan hingga saat ini. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, yang mana kita berhubungan langsung dengan alam, hendaklah kita melestarikan Jamban tersebut agar tidak rusak ataupun tergusur oleh perkembangan zaman.
Penulis: Laela Kamilatunisa - Prodi Antropologi Sosial Fakulltas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang